Rabu, 09 Januari 2013

Promises Promises[06]:Mencintaimu Sekali Lagi

Promises Promises [06] : Mencintaimu Sekali Lagi

 

            Ify menaiki tangga menuju lantai atas kediaman Rio dengan seulas senyum puas menghiasi wajahnya. Pak Santoso telah membuat keputusan. Beliau memilih perusahaan Cakka untuk mengerjakan desain interior kantor barunya. Dan, semua ini berkat Rio.

            Pertolongan yang diberikan Rio pada Ify sebenarnya amat sepele, tetapi lelaki itu telah menyelamatkan kedibilitasnya di mata Cakka. Kalau saja tidak ada Rio saat itu, Ify tidak mungkin tidak akan bisa menghadiri pesentasi, apalagi memenangkan tender. Meski tidak ingin mengakui, sikap Rio yang rela menyampingkan harga dirinya sebagai lelaki, cukup membuat Ify merasa tersentuh.

            Ify menghela napas panjang. Rio telah melakukan banyak hal untuknya, dan—terus terang—itu membuatnya takut. Takut terjebak oleh rasa nyaman yang ditimbulkan oleh perhatian dan kepedulian Rio padanya. Untunglah, kesibukannya mengerjakan kantor Pak Santoso mengurangi kemungkinan ia bertemu dengan lelaki itu. Ya, selama tiga hari belakangan ini ia tidak bertemu dengan lelaki itu karena selalu datang ke kediamannya saat menjelang sore.

            Ify mendesah. Ada hal yang diresahkannya sekaligus membuatnya bingung. Sesuatu yang tidak dimengertinya. Seharusnya semua ini bisa membuatnya lega, tetapi mengapa ada secuil rasa kecewa di hatinya?

            Ify mengabaikan suara ribut di lantai bawah. Para pekerja bangunan sedang membongkar toilet tamu. Dan sementara menunggu ruang kerja Rio selesai, Ify bisa menyelesaikan pekerjaan yang lain. Ify menyapukan pandangannya ke sekeliling ruang duduk di lantai atas. Ruangan ini tampak seperti kapal pecah; selain perabotan untuk guestroom, ada juga satu set sofa berbahan kulit hitam, niche, dan kardus-kardus. Rupanya, furnitur untuk ruang duduk lantai atas telah datang. Ify mengalihkan pandanganna pada Riko dan Goldi yang sedang memasang kandelar—yang ditemukan Ify secara tak sengaja, saat menemani Kejora ke toko buku beberapa hari yang lalu, ia mendapati mall yang mereka datangi sedang mengadakan pameran furniture. Profesi, membuatnya tidak dapat mengabaikan pameran tersebut dan memutuskan untuk melihat-lihat. Saat itulah ia menemukan kandelar berbahan stainless yang simple dan cantik itu. Dalam sekejap Ify langsung tahu, lampu itu cocok untuk ruang duduk rumah Rio. “Wallpaper guestroom udah selesai dipasang?” tanya Ify.

            “Udah, Bu.”Riko yang ditanya, menjawab sopan.

            Ify mengangguk puas. “Abis pasang lampu, tolong masukin perabot ke kamar, ya,” katanya lagi pada Riko yang langsung mengangguk patuh.

            Ify menyapukan pandangannya ke sekeliling kamar tamu. Wallpaper sudah terpasang dengan rapi, begitu juga lampu dan rel untuk gorden. Ify tersenyum puas. Seperti dugaannya, wallpaper hijau muda bercorak floral samar itu member kesegaran dan warna cerah pada kamar tamu.

            Setelah semua perabot diletakkan pada tempatnya, Ify memberitahu Riko dinding mana yang ingin dieksplorasinya dengan sentuhan niche, dan menyuruhnya untuk segera memasangnya. Sementara kedua anak buahnya mengerjakan perintah, ia menyambar dua kantong kertas yang diletakkannya di ruang duduk dan membawanya ke guestroom.

            Ify mengeluarkan gorden dari salah satu kantong kertas lalu menaiki tangga yang telah diletakkan Riko di bawah jendela. Keningnya berkerut saat mendapati tangga itu goyang. Rupanya, salah satu kakinya lebih pendek daripada yang lainnya. Ify mendesah kesal. Sudah beberapa kali ia memberitahu Riko untuk tidak membawa tangga yang seperti ini. Ify tidak takut pada ketinggian, tetapi tangga yang tidak berpijak dengan mantap sepertinini selalu membuatnya khawatir. Bukan hanya keselamatan dirinya—yang saat ini akan menggunakannya—tetapi juga anak buahnya.

            Dengan hati-hati, Ify memijakkan kakinya pada anak tangga yang berikutnya, dan mulai memasang gorden. Diluar jendela, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak. Ia ingin memejamkan matanya dengan menikmati pemandangan di sekitar kompleks yang ditata apik dan menyenangkan ini. Hamparan rumah-rumah bergaya Mediterania tampak amat cantik dengan hamparan luas padang golf di belakangnya. Membuatnya betah berlama-lama memandangnya. Ify menghela napas panjang. Sejak dulu ia ingin sekali memiliki rumah di komplek seperti ini, tetapi ia sadar ia tak mampu memilikinya.

            Suara berdehem di bawahnya, membuat Ify tersentak. Tanpa pikir panjang ia memutar bahunya dengan cepat. Lupa, bahwa tangga yang dinaikinya tidak berpijak sempurna pada lantai. Mata Rio terbelalak ngeri saat melihat tangga yang dinaiki Ify tiba-tiba oleng. Cepat, ia mengulurkan satu tangannya untuk menangkap tubuh Ify dari belakang, sementara tangan lainnya menahan agar tangga tersebut tidak terjungkir, berusaha mengembalikan keseimbangan tangga.

            Ify ingin menghela napas lega karena terhindar dari kecelakaan. Namun, saat menyadari ada tangan kokoh yang menempel pada perutnya, jantungnya yang telah berdebar keras semakin mengentak liar dalam rongga dadanya. Merasakan tubuh Rio menempel pada pinggulnya, membuat desakan panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ify merayap menuruni tangga,  berharap gerakan yang dibuatnya akan membuat lelaki itu melepaskannya.

            Namun, hingga kedua kakinya mengenjak lantai, tangan Rio tetap melingkari pinggangnya. Ify mengeluh dalam hati. Rupanya, lelaki itu belum mengerti keinginannya. Ify memutar tubuhnya, lalu mendongak menatap Rio. Bibirnya sudah terbuka, hendak mengucapkan terimakasih sekaligus meminta lelaki itu melepaskannya. Namun, cara Rio menatapnya, membuatnya tertegun. Begitu lembut dan penuh kekhawatiran.

            Otak Ify seakan kosong seketika. Semua kata-kata yang telah tersusun di benaknya, lenyap dalam sekejap. Mata bulat dan indah Ify yang melebar, seakan menghipnotis Rio. Harum lembut dan manis yang terhirup hidung Rio, membuat napasnya tercekat di tenggorok. Bibir lembut Ify yang setengah terbuka, meruntuhkan kendali dirinya yang telah rapuh. Seluruh tubuhnya seakan bergerak diluar kehendaknya. Ify menayap kosong wajah Rio yang semakin mendekat padanya. Saat Rio mengecup bibirnya, Ify merasakan letupan-letupan hebat di dalam tubuhnya. Gairah yang telah bertahun-tahun dipendamnya, diabaikannya, mendadak meluap kepermukaan. Perasaan yang akhir-akhir ini tidak ingin diakuinya, kini mengalir keluar begitu saja tanpa bisa dicegah. Tak terbendung. Di luar kehendaknya, ia membalas ciuman Rio dengan bergairah. Tangan Ify terulur, meraih pundak kokoh Rio. Cara Ify mencengkram pundaknya, membuat sekujur tubuh Rio seakan terbakar. Hasrat yang telah sulit dikendalikannya sejak melihat perempuan itu dalam keadaan basah kuyup, kini lepas tak terkendali. Rio mempererat pelukannya. Merapatkan tubuh lembut perempuan itu pada tubuhnya. Ciuman lembutnya berubah panas. Menuntut. Tangannya menjelajahi punggung Ify dengan gerakan sensual, hingga membuat tubuh Ify bergetar.

            Suara benda jatuh di luar ruangan, langsung menyentak kesadaran mereka. Mengejutkan. Secepat kilat, keduanya menarik diri. Menjauh. Kemudian saling menatap dengan salah tingkah.

            “Maaf,” gumam Rio canggung seraya mengatur napasnya yang tersengal.

            Ify menundukkan wajahnya yang merah padam, menghindari pandangan lelaki di hadapannya ini. Berusaha menyembunyikan perasaannya yang kacau balau. Dalam hati, ia sinuk memaki-maki dirinya. Merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa ia semudah itu membalas ciuman Rio? Tanpa berkata-kata dan tanpa memedulikan pekerjaanya yang belum selesai, Ify meninggalkan ruangan.

            Rio menangkap tangan Ify saat perempuan itu melewatinya. “Ify.”

            Suara berat Rio terdengar lebih dalam daripada biasanya. Terdengar seksi sehingga kembali meningkatkan keresahan Ify. Tangan Rio yang melingkari pergelangan tangannya, membuat kulit Ify mengencang. Menyadari tubuhnya mulai bereaksi di luar kehendaknya, Ify tahu bahwa ia tidak bisa satu detik lebih lama lagi di dekat lelaki ini. Ify menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Rio.

            “Aku mau ngecek pekerjaan Riko.” Ify melanjutkan langkahnya seraya menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan dirinya. Berusaha menata kembali perasaannya yang kacau balau. Apa yang paling ditakutinya telah terjadi. Selama ini Ify selalu berusaha keras mencegah dirinya jatuh cinta lagi pada Rio. Namun, ciuman penuh gairah itu membuatnya mengerti bahwa ternyata ia telah jatuh cinta atau lebih tepatnya masih mencintai lelaki itu. Ternyata, perasaan itu menelusup masuk begitu saja ke dalam hatinya. Tanpa bisa dicegah. Mungkinkah sikap lelaki itu penyebabnya? Karena lelaki itu selalu ada setiap kali ia membutuhkan bantuan? Karena sikap lelaki itu menimbulkan perasaan aman? Membuatnya merasa dilindungi dan dijaga? Membuatnya merasa tidak sendirian? Ataukan cinta itu memang tidak pernah hilang dari hatinya? Hanya mengendap di dasar hatinya, dan menunggu saat yang tepat untuk muncul kembali ke permukaan? Entahlah. Kejadian ini terlalu tiba-tiba, dan terlalu mengejutkannya. Membuat otaknya lumpuh seketika.

            Ify mendesah kesal. Rasa marahnya menjalari hatinya. Marah pada dirinya yang begitu mudah terperosok ke dalam pesona lelaki itu—untuk kedua kalinya. Marah pada hatinya yang tidak mau mengikuti keinginannya. Mengapa begitu sulit meyakinkan dirinya bahwa Rio tidak mungkin mencintainya? Ciuman itu tidak berarti apa-apa bagi Rio. Mungkin lelaki itu memang menikmatinya, tetapi tidak berarti mencintainya. Tidak mungkin. Ia sudah tidak bisa memercayai lelaki itu.

            Ify menghampiri Riko dan Goldi yang sedang memasang niche. “Apa yang jatuh, Di?”

            “Saya, Bu,” Riko cengengesan. “Nggak sengaja kesandung itu.” Ia menunjuk gulungan karpet yang tergeletak di lantai.

            Mata Ify menyipit, menatap Riko curiga. Benarkah yang dikatakan anak buahnya ini? Jangan-jangan Riko melihat apa yang terjadi di guestroom. Atau ia saja yang terlalu curiga? Terlalu takut peristiwa tadi terlihat orang lain?

            “Ya, udah. Lai  kali hati-hati.”

            “Itu apa sih?”

            Suara berat Rio yang terdengar begitu dekat di balik punggungnya, membuat Ify tersentak untuk kedua kalinya.

            Niche.” Jawab Ify tanpa menoleh.

            “Untuk apa?”

            “Cuma sebagai sentuhan dekoratif pada dinding supaya nggak kelihatan kosong dan terkesan monoton aja.”

            Rio mengamati niche berbentuk floral itu selama beberapa saat, lalu mengangguk. “Hmm..cantik.” Ia melangkah maju menghampiri niche, lalu membelainya dengan jari-jarinya yang panjang dan kokoh. “Bahannya dari apa?” Rio melirik Ify dari sudut matanya, dan hatinya mencelos saat mendapati wajah cantik perempuan itu menegang, dan bibirnya menipis.

            Ify menyelipkan seuntai rambutnya yang terurai ke balik telinga dengan gelisah. “Marmer travertine.” Usai menjawab pertanyaan Rio, ia membalikkan tubuhnya dan bergegas kembali ke guestroom. Berusaha sedapat mungkin menghidari Rio.

            Rio menghela napas berat. Ekspresi Ify membuatnya mengerti bahwa perempuan itu sedang kesal, dan kini berusaha menghindarinya. Tak apa. Ia sama sekali tidak tersinggung. Ia dapat memahami perasaan Ify. Kejadian tadi benar-benar diluar kendali, dan pasti membuat wanita itu merasa malu dan canggung. Rio tahu, lebih baik ia tidak mengusik Ify. Tidak untuk saat ini. Rio memuji pekerjaan Riko dan Goldi sebelum akhirnya berbalik dan melangkah pergi.

            Seiring langkah kakinya menuruni anak tangga, secuil demi secuil harapan muncul di hati Rio. Walaupun otaknya terasa kosong saat berciuman dengan Ify, walaupun seluruh tubuhnya seakan bergerak sendiri di luar kehendaknya, tetapi satu hal yang ia tahu pasti, perempuan itu membalas ciumannya. Dengan sama bergairahnya pula. Bukankah berarti Ify tidak sungguh-sungguh membencinya? Jika memang membencinya, perempuan itu tidak akan mungkin membalas ciumannya? Ify pasti akan langssavagup cepat. Apakah ini berarti ia masih mempunyai harapanafin untuk merebut kembali hati Ify? Rio menarik napas dalam-dalam. Mungkin sudah saatnya ia melakukan sesuatu.

 

-------------------

Makin hancur ya???????????????maff ya,,,hihihihihihihihi:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar